Ada Cerita di Stasiun Karanganyar

Suatu saat aku pergi ke rumah temenku, dia baru saja kembali dari Jakarta dengan membawa beberapa kesuksesannya. Aku berangkat dari rumah pukul 11.30 wib dengan menggunakan motor yang biasa aku pakai.  Hari itu cukup terik untuk bepergian, dan akhirnya aku sampai juga di tempat kawanku. Pintu rumahpun di buka dan betapa kagetnya aku setelah melihat dia sekarang, dia sekarang berubah, dulu terakhir kali aku lihat dia badannya tak segempal sekarang. Ha..ha.. tapi tak apa yang penting dia tetap sepeti dulu, cerdas!.
Beberapa jam kami lalui dengan ngobrol banyak hal, yah namanya juga lama gak ketemu. Nama yang ada di depanku saat itu adalah Ishaq Saputra, nama yang dulu sering di sebut-sebut waktu smp. Beberapa jam terlewatkan tak terasa jam sudah menunjukan pukul 03.00 wib, kami berunding untuk pergi keluar dan mencari sisa orang-orang lama yang masih tersisa di Karanganyar. Sebelumnya kita kepikiran untuk mengunjungi guru kita, kami memanggil beliau dengan nama Bu Supinah. Yah nama itu yang dulu telah memberiku banyak kenangan, beliau yang selalu menjaga anak-anak perwaliannya, dan sampai sekarang jasa beliau tak pernah aku lupakan. Bu Supinah adalah guru Mata Pelajaran Bahasa Inggris Kelas 3 waktu itu, dan sampai sekarang aku tak pernah mahir dalam menguasai bahasa asing itu, ah anddez payah!. Suatu kejadian yang tak pernah aku lupakan adalah ketika aku sering terlambat dan karena sekolah kami waktu itu tidak ada penjaga atau satpam jadi kami bisa masuk sekolahan tanpa ada orang yang protes. Yang menjadi hal pokok sebenarnya adalah ketika kita masuk kelas, tergantung sama guru yang sedang mengajar saat jam itu. Adakalanya seorang guru tidak mengijinkan kita untuk masuk kelas, ya itu sih emang konsekuensi kita, mungkin juga untuk mengurangi kebandelan kami. Ketika aku terlambat biasanya aku langsung masuk ke kantin belakang, sementara kantin tersebut berdekatan dengan rumah Bu Supinah. Tak tahu kenapa rumah beliau berada di dalam lingkungan sekolahan. Di lingkungan sekolah sebenarnya ada dua rumah yaitu rumah Bu Supinah dan yang satunya lagi rumah penjaga sekolahan namanya Bapak Parimin, dan ketika belum lama ini aku berkunjung kembali ke sekolahan itu, ternyata dua rumah yang berada di dalam lingkungan sekolah tidak ada lagi dan sekarang yang waktu itu terdapat rumahnya Bu Supinah sekarang telah beralih fungsi menjadi tempat parkir siswa dan yang dulunya rumah Pak Parimin sekarang telah berubah menjadi kantin sekolah. Memang waktu kami masih sekolah dulu tempat Pak Parimin juga selain sebagai rumah dijadikan pula sebagai kantin sekolah. Waktu dulu memang aku sering terlambat, meskipun tidak sering banget. Paling banter aku terlambat dalam satu bulan empat kali, maklumlah anak desa yang rumahnya di pegunungan. Setiap berangkat sekolah waktu itu, aku harus berjuang untuk mendapatkan tempat di angkutan umum. Jangan dibayangkan seperti jaman sekarang anak-anak bisa memilih angkutan umum sesuai keinginan mereka, waktu itu dapat angkutan saja sudah beruntung. Mungkin ada juga di daerah sana juga mengalami hal yang sama sepertiku atau malah lebih parah dariku, dan kami-kami ini yang mempunyai niat untuk belajar. Kadang-kadang aku jengkel juga sama yang namanya guru BP (Bimbingan Perseorangan), mereka tak pernah buat solusi yang bagus atau paling tidak mereka mau mengerti. Tetapi tidak semua guru BP seperti itu, setidaknya yang namanya guru BP itu adalah sebagai patner siswa untuk menjadi siswa yang baik dan harus mengerti siswanya, namanya juga manusia mungkin ketika pagi hari ada masalah di rumah terus di sekolah mendapati kelakuan kami jadi kadang-kadang kata yang terlontar tidak menunjukan profesionalitasnya. Jika kalian menganggap kalau aku lebih awal bangun pasti tidak terlambat, perlu kalian ketahui waktu itu mungkin aku bangun lebih bagi daripada orang umumnya. Biasanya aku bangun sebelum ada adzan subuh, pasti kalian masih molor guy’s. ha..ha.. Waktu itu kenangan bersama hasil bumi di dalam angkutan menjadi hal yang tak akan pernah aku lupakan, ketika hari sedang pasaran biasanya orang-orang desa menjual hasil tanamannya ke kota, nah karena yang namanya sayuran pasti adanya di pasar pagi kan? Sementara nilai ekonomi dari ongkos angkutan orang umum lebih mahal daripada anak-anak sekolah yang hampir setengah dari harga orang umum. Bisa dibayangkan pasti anak-anak sekolah dinomor duakan, jadi ketika hari pasaran tiba maka seluruh orang membutuhkan angkutan yang sementara angkutan tersebut hanya terbatas. Seringnya kami naik di atap mobil dengan karung-karung berisi barang-barang dan sayuran, jika kita tak hati-hati maka bisa saja keselamatan kita tidak terjaga tetapi alhamdulillah selama ini belum ada kasus. Yang paling menyebalkan biasanya ketika memakai pakaian putih biru, sering bergesekan dengan karung-karung dan tahu sendiri kalau karung-karung itu pasti kotor dan menyebalkan banget jika pakaian itu terkena kotoran tadi. Seringnya ketika ketika aku terlambat, aku bersembunyi di dalam kantin, biasanya kantin jam segitu belum buka. Kenapa aku lebih memilih bersembunyi dan tak mengikuti pelajaran pertama, karena waktu itu tidak ada guru BP yang aku percaya. Untung saja aku mau semangat sekolah, bisa kepikiran juga kan kenapa juga masuk sekolah nantinya juga dimarahin atau bisa-bisa dipermalukan di tempat umum, mending pergi ke pasar main atau apalah. Tapi ngapain juga orang aku niat sekolah (cieee…). Jam pertama pasti menjadi jamnya Pak Suripto (Kepala Sekolah) waktu itu untuk berkeliling sekolah, sering kali aku dipergoki sama ibu Supinah, tetapi beliau tak pernah memarahiku atau mengadukanku. Karena rumah Bu Supinah dekat dengan kantin, otomatis dia pasti tahu jika ada orang yang sedang berada di kantin, meskipun suasana sepi. Walaupun jika melihat peraturan yang ada mungkin Bu Supinah itu salah, karena membiarkan salah satu anak didiknya membandel tetapi mungkin banyak pertimbangan yang dipikirkan beliau, setidaknya beliau melihat dari cara pandang yang berbeda. Kecukupan umur dan kepekaan terhadap lingkungan mungkin juga yang menjadikan Bu Supinah menjadi orang yang mengerti akan hal-hal yang tidak dimengerti oleh orang lain.
            Cerita itu aku ceritakan kembali karena ketika aku bertemu dengan anak-anak SMP pasti teringat akan sosok Bu Supinah, yah dia itu ibu bagiku. Pukul 16.00 wib aku bersama Ishak sepakat untuk pergi ke rumah salah satu teman kami namanya Anto (Rosihan Susanto), dia salah satu teman SMPku, anaknya super aktif, menyenangkan jadi dia pasti selalu dikangenin ketika kita kumpul. Serasa ingat tidak ingat dimana rumahnya, akhirnya kita menemukan sebuah rumah yang letaknya berseberangan dengan sawah dan ternyata Anto tak dirumah, kata bapak ibunya dia sedang mengantar buliknya di Stasiun Kereta Api Karanganyar. Stasiun itu adalah stasiun kebanggaan kota kami, sebagian besar pengguna transportasi darat menggunakan stasiun itu untuk bepergian. Sebagian besar orang bertujuan ke ibu kota negara ini yaitu Jakarta demikian juga buliknya Anto. Setelah kami tunggu beberapa saat, akhirnya orang-orang yang kami tunggu datang, yah dialah Anto dengan perawakan tinggi kulit kecoklatan kembali ke rumah ternyata mau mengambil handphone yang ketinggalan di rumah. Kami bercakap-cakap hingga Anto menganjurkan kita untuk melanjutkan perbincangan kita di Stasiun. Akhirnya kita meluncur juga ke Stasiun, sebelum sampai di stasiun kami di perjalanan tepatnya di depan pasar Karanganyar bertemu dengan teman kami juga, namanya Asep Setiawan, tetapi hal itu hanya berlangsung sebentar karena dia telah ditunggu oleh calon istrinya. Kami bertiga melanjutkan perjalanan ke stasiun, tak begitu ramai jadi kami bisa parkir di dalam. Setelah kami memarkirkan kendaraan kami, kamipun langsung masuk ke dalam stasiun. Cukup ramai juga, walaupun tak seramai hari-hari besar. Beberapa barang bawaan aku lihat di sela jalur-jalur rel kereta api yang ada di stasiun karanganyar. Stasiun Karanganyar mempunyai tiga jalur rel kereta api. Beberapa barang yang menjadi pusat perhatianku adalah barang bawaan yang berisikan sayur-sayuran, pikiranku kenapa orang susah-susah membawa barang seribet itu, padahal jika mereka tak membawa barang-barang seperti itu kan akan mengurangi tingkat kepenuhan di dalam kereta. Ternyata hal logis yang diuatarakan temanku adalah barang-barang itu terhitung murah di desa, malahan tidak harus beli jika yang mereka bawa adalah sayur-sayuran.
            Beberapa menit berlalu obrolan kami semakin asik ketika kami bercerita ke masa lalu, masa smp dulu. Banyak sekali kenangan yang pernah kami buat, kami kadang-kadang tertawa sendiri jika mengingat kelakuan kami yang sangat nakal waktu itu. Kami pernah dihukum naik podium, ya podium “Aku Anak Indonesia” Podium yang terletak di tengah-tengah sekolah. Dengan lantai 1 meter di atas permukaan tanah, podium yang berukuran kalau tidak salah 3 x 10 meter itu adalah disamping tempat untuk pagelaran seni, juga sebagai tempat memajang orang. Satu, jika kita menjadi orang yang berprestasi pasti akan naik podium itu dan sebaliknya jika kita bandel pasti naik podium juga. Ada satu cerita ketika kami bersepuluh pernah naik podium itu gara-gara ketahuan main dadu di kelas, padahal dadu tersebut kami buat dari kapur tulis yang tersisa, tak tahu kenapa mungkin anak-anak yang bandel ketahuan nggunain uang buat taruhan atau gimana akhirnya aku dan kawan-kawan dijemur di podium itu. Padahal sebenarnya aku tidak termasuk (ciee, membela diri), karena waktu itu aku hanya bermain dadu saja, biasa tebak-tebakan angka. Semua anak yang bermain dadu atau yang memiliki dadu akan terjaring, dan akhirnya aku kena deh. Masih banyak sebenarnya kejadian lucu yang pernah kami alami.
 Pemberitahuan kereta akan segera tiba cukup lantang di satsiun, dan penumpang mulai mempersiapkan dengan mendekati jalur kereta api. Anto membantu saudaranya, dan dia kelihatan sibuk pula jadi aku sempetin photo-photo di stasiun, sementara ishak duduk di pinggir jalur kereta. Hala yang unik adalah para penumpang ternya naik dari Stasiun Karanganyar menuju ke Kutoarjo, trik ini dilakukan supaya mereka mendapatkan tempat duduk karena mereka tahu jika harus tetap menunggu di stasiun maka mereka tak akan mendapatkan tempat duduk karena mungkin sudah penuh ketika kereta dari Kutoarjo. Setelah kereta meninggalkan kami, kami bertiga masih melanjutkan obrolan sampai menjelang maghrib, beberapa cerita yang belum kami ungkapkan menjadi sesuatu kenangan dalam pertemuan itu, menjadi pengetahuan untuk hal apa yang akan aku lakuakan ke depan nantinya. Serasa cukup obrolan kami, kamipun sepakat untuk pulang ke rumah masing-masing. Kami berpisah di Satisun itu dan tidak tahu lagi kapan kami bisa berkumpul lagi.

Salam bloger's.  (download artikel)

0 Response to "Ada Cerita di Stasiun Karanganyar"

Post a Comment

Mohon komentar jangan berbau sara dan merugikan orang lain, semoga wadah ini bisa menjadi sesuatu yang baik buat kita. Isi komentar di luar tanggung jawab kami.

powered by softple