Diantara Kita Bertiga


Suara motor terdengar di depan rumahku, aku diam saja sambil meneruskan permainanku, paling tamu bapak ibu pikirku, tapi suaranya tak asing bagiku dan aku langsung beranjak keluar.
“Hai ru!” sapa dia,
“Hai gil, woii.. lama gak kelihatan kemana aja?!”, candaku. “Oh ya pasti kamu mau ngasih surat undangan nih”, seruku, agil membalasku dengan senyuman. “Ayo silahkan masuk!” pintaku, tapi Agil meminta supaya di luar saja supaya nyaman.
“Baiklah gil” kataku,

Waktu menunjukkan pukul 19.00 wib, Agil adalah sahabatku sewaktu duduk di SMA. Dia itu satu-satunya teman yang paling dekat denganku. Kami lalu menceritakan masa-masa SMA dulu, serasa kembali SMA lagi pikirku. Hampir dua tahun aku dan Agil tak bertemu, kala itu Agil pergi ke Riau untuk mengadu nasib.
“Eh gil aku tak ke dalam dulu ya, sebentar!” kataku,
“Mau apa ru?” balasnya,
“Pssstttt, diem!!” seruku.
Aku masuk ke dalam rumah mengambil satu botol minuman berukuran 1,5 liter dua gelas dan makanan ringan yang kebetulan tadi aku beli di minimarket.
“Nih ada makanan, he…he… pasti kamu lapar kan?”.
Lalu Agil menjawab, “Wah iya nih ru, tadi aku belum makan” dia lalu tertawa,
“Beneran gil belum makan? makan gih, ayo!!” pintaku,
“Ah enggak ru, aku bercanda kok”.
Saat itu aku langsung kepikiran tentang Eni, “Eh gil gimana kabar Eni, baik aja tow?”
Dia tidak langsung menjawab tapi malah sibuk membuka bungkusan yang tadi aku bawa dari dalam, setelah mencicipi makanan dan meneguk air minum dia baru menjawab pertanyaanku,
“Baik ru, makanya aku kemari juga karena dia”,
“Tak kiarain kenapa, lawong jawabmu lama”, gerutuku sambil melipat wajahku karena sikapnya. Tanpa pikir panjang lalu aku tanyakan saja, “Kapan kamu ngelamar dia gil?”.
“Ngelamar kepalamu ru!! dia menjawab dengan nada kesalnya.
Walaupun begitu aku yakin Agil tak akan marah padaku, dia itu salah satu temanku yang tidak akan marah meskipun aku jahilin.
“Lah kenapa gil? tanyaku,
“Maaf ru aku belum sempet cerita, waktu itu pas aku mau berangkat ke Riau hapeku hilang, nah kamu tahu sendiri kan otomatis aku hilang kontak dengan semuanya, aku mau hubungi sapa coba ru? hubungi mbah?! Gak mungkin kan, mbahku aja gak bisa makai hape” penjelasnya.
Aku mengikuti ceritanya sambil sesekali makan makanan ringan yang ada di depanku, dia kemudian melanjutkan ceritanya.
“Dari dua tahun ini begitu banyak suka dan duka yang aku alami ru, tapi Alhamdulillah aku sekarang sudah jadi karyawan tetap ru! dan Insha’Allah tahun depan aku akan dipindah tugaskan di Semarang oleh perusahaanku untuk mengisi tenaga kerja yang kosong, kan lumayan ru jadi deket sini” cerita dia.
Oh iya aku ceritakan sedikit tentang Agil, kenapa dia hanya menyebutkan nama mbah, kenapa tidak menyebut nama bapak atau ibunya. Dari umur 13 tahun dia telah ditinggal oleh bapaknya dan ibunya menyusul setahun kemudian, dia menjadi yatim piatu bersama kakak perempuannya. Aku menyebutnya mbak Erna. Setelah menjadi seorang yatim piatu dia otomatis berada di bawah asuhan mbahnya, sementara mbak Erna bekerja di Jakarta dan segala kebutuhan Agil dibiayai oleh oleh mbak Erna.
“Wah bayarannya besar nih, cukuplah untuk berkeluarga” candaku,
“Yah lumayanlah ru, asal gak nikah sama orang yang berada dan berpendidikan tinggi mungkin aku bisa ru, tak usahain” balasnya,
Aduh ni anak nyindir aku, pikirku. Langsung saja spontan aku nyeletuk, “Maksud berpendidikan itu yang ada di depanmu ceritanya?!
“Eh bukan itu ru, he..he..” dia malah bercanda.
Tapi tak apalah memang kita kalau lagi ngobrol kadang-kadang serius, kadang-kadang bercanda seperti ini.
“Oh iya tadi bilang ada hubungannya sama Eni, gimana tadi gil?” tanyaku,
“Begini ru, ya pokoknya setelah kehilangan hape aku gak bisa bisa hubungi dia lagi, nah aku sempetin nyuratin mbak Erna dan ternyata dia juga gak punya nomer hapenya Eni, tapi katanya dia mau usahain kalau pulang Kebumen mau maintain nomer ke Eni, soalnya waktu itu nomernya kan baru ru, jadi aku belum hapal nomernya” ceritanya.
“Lha terus gimana kamu dapetin nomernya lagi gil? tanyaku sambil memakan makanan ringan tadi,
“Waktu itu aku lebaran gak bisa pulang, soalnya tenagaku sangat dibutuhkan di perusahaan tempat aku bekerja, nah perjuangan selama dua tahun ini prestasiku dinilai sangat memuaskan dan akhirnya aku diangkat jadi karyawan tetap. Gara-gara dua tahun aku gak pulang jadi selama itu pula aku gak pernah ketemu Eni sedangkan Eni mungkin juga sibuk kuliah. Pada lebaran pertama mbak Erna berhasil dapetin nomernya ru, nah setelah aku hubungi, dia marah-marah katanya kenapa gak pernah ngasih kabar, terus inilah itulah… dan saat itupun aku langsung meminta maaf dan menjelaskan duduk permasalahannya”.
“Lha terus gimana hubungan kalian gil? tanyaku penasaran,
“Iya sih kita baikan tapi kayaknya ada yang berubah dari Eni ru… ya mungkin karena kesalahanku kali ru, nggak ngabarin dia hampir satu tahun. Hubungan kami semakin hari semakin buruk, bukan karena buruk itu saling bertengkar, tapi kami sudah mulai jarang berkomunikasi. Kadang dia tak membalas pesan singkatku atau kadang-kadang pas aku telphon dia jarang nyempetin buat ngobrol atau curhat, tapi aku tetap sabar toh aku percaya dia ru” jelasnya,
“Terus gimana gil?” tanyaku tambah penasaran,
“Bentar ru tak menghela nafas, he..he..” candanya.
Bisa aja ni anak, lagi serius-seriusnya malah nyempetin bercanda. Kulihat dia meneguk air dan setelah itu dia mulai bercerita lagi,
“Nah tiga bulan yang lalu dia kan diwisuda, aku dikasih tahu sama Fitri, tahu kan Fitri? tanyanya,
“Itu lho anak SMA 2 tetangganya Eni” jelasnya,
“Oh Fitri yang itu ya, he..he..” balasku sambil tertawa,
“Iya Fitri itu!” Agil berkata sambil melirik ke arahku,
“Ha..ha..ha.. lumayanlah dia pernah nolak aku” ketawa lepasku,
“Eh kok kamu malah ketawa pernah ditolak dia ru?!,
“Ha..ha..ha..” kami tertawa bersama.
Ceritanya dulu aku suka yang namanya Fitri, kita bertiga : aku, Agil dan Eni kebetulan satu sekolahan yaitu di SMA 1, sedangkan Fitri itu sekolah di SMA 2. Sebenarnya kami bertiga adalah teman akrab sering meluangkan waktu bersama-sama, entah itu urusan sekolah maupun di luar sekolah tapi gak tau kenapa mereka berdua malah cinta lokasi, tapi yang aku suka dari mereka adalah pada saat pacaran. Meskipun mereka pacaran tetapi kita masih bisa sama-sama walaupun sejatinya aku hanya sebagai pengganggu.
Karena kita bertiga sering bareng, ketika kita mengerjakan tugas atau hal lainnya yang menjadi pos kita adalah rumah Eni. Kebetulan rumah Eni tak begitu jauh dari sekolahan, nah karena seringnya kita bertiga kumpul di tempat Eni jadi sering pula aku lihat Fitri, karena rumah Fitri pas banget di depan rumah Eni. Kadang-kadang kita berempat juga kumpul bareng, berhubung waktu itu aku merasa kosong jadi aku ndeketin Fitri, eh tapi ternyata perasaanku tak kesampaian. Malang benar nasibku.
“Dulu dia bisa gaya, dan sekarang aku kan udah pinter gaya gil!, he..he..” sindirku,
“Percaya.. percaya ru!, tapi kayaknya kamu sekarang beda banget deh ru” kata Agil
“Beda gimana gil?, eh gak penting. Oh iya gimana tadi kelanjutannya?” pintaku sambil tersenyum,
Agil pun menjawab, “Fitri cerita kalau Eni besok minggu itu nikah sama orang Bandung, katanya calon suaminya itu dulu kakak angkatannya di Kampus”
“Hah!!” aku begitu kaget mendengarnya, “Serius gil?!” aku memastikan,
“Beneran ru, makanya aku kemari mau ngajakin kamu ke pernikahannya” pintanya,
“Lho kok aku gak dikasih undangan ya gil?” tanyaku,
“Masa ru? mungkin karena kamu gak di rumah kali, makanya dia gak ngasi undangan ke kamu” jelasnya,
“Iya sih gil, aku udah lama banget gak hubungan lagi sama dia, lagian beberapa kali lebaran aku gak pulang jadi mungkin banyak sekali yang aku lewatkan” tegasku, dan Agilpun bercerita mungkin hubungan buruk itu didasari oleh kesalahan Agil dulu yang tak sengaja gak mengabari Eni, “Kok kamu tenang-tenang aja gil? tanyaku serius,
Lalu Agil menceritakan kenapa dia seperti itu, “Dua bulan yang lalu setelah Fitri cerita ke aku, betapa kagetnya aku ru denger semua itu. Aku dan dia sudah hampir tujuh tahun, dan aku menganggap selama itu aku pacaran sama dia, karena selama ini tak ada kata putus di antara kita. Yang aku garis bawahi adalah hubungan kita ru, aku siapa dia siapa, aku tak ada dia berada, aku SMA dia Sarjana, dan faktor perbedaan itulah yang membuatku berpikir. Aku tahu aku salah ru… dan sekiranya aku tak berhak mendapatkanya, aku berpikir toh dia bakalan bahagia dengan suaminya kelak” ceritanya,
“Lho kok dia egois gitu gil? tanyaku, tapi sebelum dia sempat menjawab aku langsung memotong pembicaraan, “Kalau masalah perbedaan kalian, tentang kedudukan atau apalah apa Eni mikirnya kolot seperti itu, harta kan bisa dicari kalian berdua. Gak ada yang salah kan?, toh kamu sekarang sudah membuktikannya dan kamu berhasil”
Dia menjawab, “Bener ru, gak ada yang salah dengan semua itu tapi apa aku juga mau egois memaksakan kehendakku? Aku lihat dari cara pandang orang tua Eni gak menganggap aku sebagai pacarnya, beliau cuma menganggap aku sebagai teman Eni. Terus apa yang akan aku perbuat lagi ru?”
Agil menjelaskan ketika aku ungkapkan jika masalah pendidikan juga disangsikan, “Kalau masalah kuliah mungkin inilah nasib dan berkahku ru, kenapa aku dipindah tugaskan di Semarang? Pertimbangan perusahaan memindahkan aku ke Semarang supaya aku bisa meneruskan ke tingkat yang lebih tinggi, karena mungkin di Semarang untuk mendapatkan tempat kuliah kan lebih gampang daripada di Riau”.
“Iya gil, kamu nyari aja kuliah yang kelas sore, paginya kamu kerja terus malamnya kamu kuliah. Buktikan gil ke semua orang, khususnya Eni” tandasku,
“Iya ru aku juga kepikiran seperti itu, tapi mau gimana lagi sekarang tujuanku bukan Eni lagi” perkataan lirih Agil,
“Tapi kamu harus semangat dong gil, walaupun Eni pergi tapi kan semua itu demi masa depanmu!” Seruku, “Kalau masalahmu dengan Eni apa gak ada pembicaraan terlebih dahulu gil? mencoba gitu?” tanyaku,
“Iya ru, aku tahu kok” dan dengan tenangnya dia menjawab, “Sudah kok ru, pertama sebenarnya aku ingin minta klarifikasi dan mungkin dengan segala kemarahanku, tapi apa? Aku berpikir, dialah yang aku cintai selama ini, dialah yang aku kehendaki dan alangkah buruknya jika semua itu berubah jadi kebencian untuk dia. Cuma intinya aku ingin nepati janjiku yang dulu ru, aku janji akan datang di akad nikah dia. Walaupun aku datang bukan sebagai pengantin pria tapi paling tidak aku datang sebagai sahabatnya”.
Waktu itu aku tak bisa ngomong apa-apa, andaikan aku bisa nangis pasti aku sudah nangis di depannya dengan sekeras-kerasnya. Dia adalah sahabatku, sahabat yang tak pernah mengeluh atas hidupnya, sahabat yang selalu berusaha melihat temannya bahagia.
Tak terasa waktu sudah cukup larut, pukul 23.30 wib, hampir 5 jam waktu kami habiskan untuk bercerita dan meluapkan kerinduan diantara kami. Agil minta ijin untuk pulang, sebelum dia pulang Agil berkata, “Jangan lupa ya ru, besok minggu pagi-pagi. Soalnya akad nikahnya katanya pukul 09.00 wib”, “Sip gil, aku tak akan lupa..!”. Dia lalu pulang dari tempatku membawa banyak cerita.
Minggu 25 Oktober 2015 pukul 07.30 Agil sudah datang di tempatku, “Hah pagi bener gil…! kaya calon pengantinnya aja, ha..ha..” ledekku,
lalu dia menjawab dengan muka cemberut “Biar gak telat ru, ayok cepetan malah belum mandi..!”,
“Ha..ha..ha..” aku tertawa.
“Bentar gil nih mau mandi” aku langsung meninggalkan Agil di ruang tamu, tapi belum sempat sampai ke ruang tengah Agil memanggil meminta bantuan,
“Oh ya ru aku pinjem charger dong, hapeku lowbet nih” pintanya.
“Sini tak charg di kamarku aja soalnya di ruang tamu gak ada stop kontak” jawabku,
“Nih” dia lalu menyodorkan hapenya.
Aku masuk kamarku dan menyambungkan charg ke hape Agil, sebelum ke kamar mandi muncul kelakuan jahilku. Mumpung gak ada Agil aku liat-liat ah pikirku, lalu aku membuka gallery kulihat photo satu persatu. Kebetulan aku tak begitu tertarik dengan sms atau data yang lainnya. Di gallery dia kebanyakan terpampang photo-photo tentang perusahaanya, gak ada yang menarik bagiku. Setelah beberapa lama aku mencari, mataku tertuju dengan folder my imagination lalu aku buka folder tersebut, dan ternyata terdapat satu photo yang begitu menarik perhatianku. Photo tersebut bukan photo dari kamera langsung melainkan photo yang sudah dicetak sebelumnya dan di-scan. Berhubung agar tak menimbulkan kecurigaan aku tak mau lama-lama membongkar hape Agil.
“Gil udah sarapan belum?” tanyaku sambil mengeringkan rambutku yang masih basah karena keramas waktu mandi tadi,
“Ah tar aja ru, sekalian di sana” jawabnya,
“Sini cepetan gil” aku mengajaknya ke ruang makan, kebetulan di ruang makan ada roti tawar. “Tuh nyemil dulu gil, daripada tar kelaperan di sana” perintahku,
“Kok sepi ru, pada kemana bapak ibu?” tanyanya,
“Tadi mereka berangkat pagi ke Magelang, mau kondangan” jawabku. “Eh gil, tolong dong aku buatin satu, oh ya selai cokelatnya ada di kulkas” pintaku,
“Yew… ternyata aku suruh ke sini suruh buatin roti tow, dasar..!” keluhnya,
“Ha..ha..ha” aku cuma ketawa.
Setelah selesai merapihkan diri lalu aku menghampiri Agil di ruang makan, aku membuka kulkas dan mengambil susu cair serta mengambil dua gelas. Waktu itu kami sarapan bersama sambil berbincang seadanya.
Waktu menunjukkan pukul 08.00 wib, dan kamipun bergegas untuk pergi. “Ru pakai satu kendaraan aja ya” pinta Agil,
“Iya gil” jawabku, sambil aku mengunci pintu-pintu rumah, karena kebetulan rumah tak ada yang menjaga.
“Pakai motorku aja ru” jelasnya,
“Gak usah gil, pakai punyaku aja. Kamu masukin motormu ke garasi, kamu lewat depan rumah langsung ke arah barat” perintahku. “Bentar gil tak buka garasinya dulu” aku lalu membuka garasi,
“Lho gak pakai motorku aja ru, kan sekalian ru. Jadi kamu gak usah ngeluarin motor” pintanya,
“Sapa yang mau makai motor?, gak ah panas gil, he..he..” jawabku sambil ketawa,
“Sejak kapan ru ada garasi di sini?” tanyanya. Sebelum aku menjawab dia terkejut sambil ketawa “Wee… mobil sapa ru?!, sukses dong kamu ru.. wah gak bagi-bagi nih” ledeknya,
“Garasinya udah lama kok, gara-garanya kan kamar yang di sini itu gak pernah dipakai, daripada gak punya garasi ya tak suruh bapak buat garasi di sini” ceritaku, “Udah ah cepetan tar telat lho gil!, cepetan masukin motormu” pintaku.


(maaf, cerita saya potong! untuk lebih jelasnya download artikel.)

2 Response to "Diantara Kita Bertiga"

  1. Kichi says:

    heummm..
    gud friend's

    anddez says:

    yup kichi, follow me dunk..

Post a Comment

Mohon komentar jangan berbau sara dan merugikan orang lain, semoga wadah ini bisa menjadi sesuatu yang baik buat kita. Isi komentar di luar tanggung jawab kami.

powered by softple